Bandar Lampung, BP
Koalisi Lembaga Bersatu (KLB) Lampung kembali menyoal proyek Dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung, kemarin.
Lembaga Pemantau Kebijakan Publik LAPAKK dan Lembaga Independen Pendukung Reformasi (LIPER) yang tergabung dalam KLB kembali menyoal proyek Embung tahun anggaran 2013 di Dusun Sri Rejo Branti Raya, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, milik Dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung.
Pasalnya, diduga pekerjaan proyek tersebut ditengarai sarat permasalahan. Nova Handara, Korlap KLB, membeberkan pekerjaan Embung yang dikerjakan CV.Puspita Sari senilai Rp497.953.000,- tidak sesuai dengan kontrak dan gambar yang ada.
Menurutnya, pekerjaan proyek tersebut diduga sarat dengan permasalahan, sehingga perlu diawasi, karena seperti penggunaan besi berukuran 10.8 mm membuat tiang dan jembatan embung hancur.Selain itu, adukan semen tidak standar, termasuk pasangan batu yang terkesan asal-asalan sehingga belum serahterima, bangunan embung sudah hancur.
“Pengawasan dari pihak dinas hanya akal-akalan, meski bangunan embung hancur, tetapi dibiarkan saja oleh mereka (dinas, red). Begitu juga ketika sampai pada masa pemeliharaan, tidak ada perbaikan oleh pemborong,” ujar Korlap, Nova Handara kemarin.
Selain embung di Branti, massa juga menyoal proyek embung di Padang Golf, Sukarame, Bandar Lampung tahun anggaran 2013 yang dikerjakan CV.Eka Cipta Mandiri dengan nilai Rp.997.542.000,-.Proyek ini diduga tidak sesuai dengan kontrak yang ada, fakta di lapangan terungkap bahwa semestinya proyek itu dibuatkan embung, namun di lapangan justru dibuatkan talud irigasi yang diberi pintu air.
“Tidak ada air yang ditampung termasuk tempat penampungan air, kami menduga ada mark-up yang cukup signifikan dalam proyek ini,”cetus Nova.
Selain itu, KLB juga menyoal proyek pengadaan sumur bor sebanyak 144 titik yang tersebar di Kabupaten/Kota dengan pagu anggaran senilai 14 miliar tahun 2013 lalu. Proyek sumur bor ini dianggap hanya merupakan proyek pengamanan dengan fee sebesar 20 persen.
Bahwa dalam pekerjaan, pihak rekanan melakukan pengurangan volume kedalaman sumur bor yang hanya mencapai 45 meter. Sedangkan pipa yang digunakan berukuran ½ inci dengan kapasitas penyedot air ke atas hanya berdaya 1 PK seharga Rp2 juta.
”Pekerjaan sumur bor ini tidak merujuk pada kontrak yang telah ditentukan, baik soal kedalaman, mutu, kualitas pipa maupun pipa mesin pengangkat air,”terangnya.
Ini Diduga karena Lemahnya pengawasan oleh pihak dinas terkait, sehingga membuat ketiga proyek itu dibuat asal-asalan, padahal dana pengawasan sendiri mencapai ratusan juta rupiah. Oleh Karena itu pihak KLB meminta kesungguhan, keberanian dan ketegasan aparat hukum , khususnya Kejati Lampung untuk memproses, menindaklanjuti carut marut ketiga proyek tersebut.
Sementara kepada Badan Pemeriksa keuangan (BPK) Lampung dan BPKP, KLB juga meminta agar ketiga proyek tersebut dilakukan audit anggaran proyek, karena diduga sarat dengan permasalahan.”Audit BPKP, sehingga akan ketahuan boroknya pekerjaan itu,”tegasnya.(Fik/Zul)