Pesawaran, BP
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pesawaran, diduga telah salah lokasi dalam membangun fasilitas pendidikan. Hal ini terkait pembangunan permanen gedung perpustakaan SD Swasta, yang telah rampung pengerjaannya, yang berlokasi diatas lahan hutan lindung register 20 Gunung Bundar Tanggang, yang berbatasan langsung dengan Desa Maja, Kecamatan Marga Punduh, Kabupaten Pesawaran. Dananya bersumber dari DAK tahun 2013, senilai kurang lebih Rp100 juta.
Yang menjadi pertanyaan adalah, lokasi gedung perpustakaan yang dibangun berada di lokasi register 20 yang merupakan kawasan hutan lindung, yang jelas-jelas dilarang dan tidak diperbolehkan untuk dibangun dan ditempati. Malah, dinas terkait membangun gedung yang sifatnya permanen. Hal ini patut menjadi pertanyaan.
Berdasarkan informasi Bongkar Post di lokasi register 20 tersebut, sebagaimana penuturan Matnur, salah seorang warga perambah, yang sudah 30 tahun bermukim di lahan register tersebut dan tinggal tidak jauh dari lokasi bangunan gedung perpustakaan itu menuturkan, bahwa lokasi bangunan yang berdekatan dengan SD Swasta Gunung Bundar itu adalah bantuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pesawaran tahun 2013.
Dikatakannya, pembangunan gedung perpustakaan ini melalui proses pengajuan usulan warga perambah, yang pada saat itu, difasilitasi oleh salah satu anggota dewan dapil setempat. "Bangunan perpustakaan ini kita dapatkan berkat bantuan Dinas Pendidikan Pesawaran tahun lalu," tuturnya.
Diakuinya, pihaknya dan warga perambah sangat berterimaksih dengan dibangunnya perpustakaan tersebut. Sebab, sudah berulangkali sebelum adanya Kabupaten Pesawaran berdiri, usulannya itu selalu ditolak oleh Pemkab Lampung Selatan dengan alasan lahan masuk lokasi register yang tidak boleh ditempati apalagi dibangun secara permanen. "Terus terang kami sangat berterimakasih adanya perpustakaan ini, soal dilarang atau melanggar aturan, itu kami tidak tahu menahu," ucapnya lugu.
Anehnya, ketika permasalahan tersebut dikonfirmasikan kepada Kadisdikbud Pesawaran, Sabani, malah terkesan lepas tangan dan tidak ingin tahu persoalan itu. "Mengenai informasi itu saya belum mengetahuinya, karena itu bukan jaman saya, masih jaman kadis lama (Heksus, red ) yang lebih tahu," kilahnya.
Sedangkan terkait menyalahi atau tidaknya tentang bangunan perpustakaan di atas lahan register, Sabani menegaskan pihaknya tidak paham aturan itu. Dirinya malah menyarankan agar permasalahan ini dikonfirmasikan kepada pihak kehutanan saja. "Seharusnya permasalahan ini yang lebih tahu aturan boleh tidaknya dibangun perpustakaan adalah Disbunhut, karena mereka yang mempunyai kewenangan untuk izinnya, kalo saya sendiri kurang paham , yang jelas saya akan mempelajarinnya terlebih dahulu mengenai mekanismenya seperti apa,” kelitnya lagi.
Sedangkan menurut Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) setempat, melalui Kasat Polhut Juliyanto mengatakan, terkait adanya bangunan perpustakaan tersebut Disbunhut tidak pernah memberikan izin untuk pembangunannya, dimana menurutnya apa yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan telah menyalahi undang- undang kehutanan. "Yang jelas apa yang dilakukan oleh Disdik itu sudah menyalahi, tapi kan kita juga belum tahu, bantuan itu muncul dari mana, namun sesuai dengan UU 41 Kehutanan setiap pengguna kawasan harus ada izin dari pihak pejabat berwenang dalam hal ini Kementrian Kehutanan," tegasnya.
Pihaknya juga sudah melakukan pengecekan ke lokasi yang dimaksud. Alhasil, memang gedung perpustakaan tersebut dibangun di kawasan register 20. "Kita sudah turun ke lapangan dan sudah kita ambil gambarnya, saat ini yang kita butuhkan informasi dari pihak kepala sekolahnya, namun informasi itu belum bisa kita dapatkan karena kepala sekolahnya saat ini sedang menjalankan ibadah umroh, jadi kita tunggu aja sampai dia pulang," paparnya.
Sementara dari hasil informasi yang didapat di lapangan, ditengarai Kepsek SD Swasta itu sebelumnya dijabat oleh Ansori, yang kini menjabat Kades Maja dan Kepsek SD itu sekarang dijabat oleh istrinya. "Setahu saya Kadisdik lama (Heksus, red) katanya masih familinya kades," terang salah satu warga yang meminta namanya tidak disebut. (rid)