ilustrasi |
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan ribuan suara dari pemilih rentan yang berasal dari pasien dan petugas piket rumah sakit di Lampung pada 9 Juli 2014, menguap karena tidak bisa memilih akibat ketiadaan surat suara.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila, Rabu (9/7) mengatakan, hal tersebut tidak lebih baik dibandingkan pemilu legislatif yang berlangsung pada April 2014 lalu.
Berdasarkan pemantauan relawan Komnas HAM di 18 rumah sakit di Lampung, jumlah kertas suara yang disediakan petugas TPS keliling di sejumlah rumah sakit tidak mencukupi jumlah pemilih, bahkan hanya sebagian kecil yang terakomodir.
Laila menyatakan, hal itu disebabkan karena kertas suara yang digunakan oleh pasien dan petugas di sejumlah rumah sakit hanya berstatus sisa dari TPS terdekat.
Dia mencontohkan, di Rumah Sakit Urip Soemohardjo dengan jumlah pemilih yang mencapai 534 orang, saat dirinya melakukan pemantauan hanya disediakan 140 kertas suara dari TPS Gunung Sulah. "Tidak semua dari 306 pasien yang dirawat di rumah sakit ini dapat memilih, karena surat suara yang tersedia tidak sampai setengahnya, itu belum termasuk petugas piket di rumah sakit ini yang berjumlah 228 pemilih," kata dia.
Hal yang sama juga terjadi di Rumah Sakit Advent Bandarlampung, yang menurut Laila, dari 182-an pemilih dari petugas dan pasien di rumah sakit tersebut, hanya 27 surat suara yang disediakan petugas TPS.
Kondisi lebih buruk terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Bandarlampung, yang memiliki potensi pemilih sekitar 750-an orang, hanya tersedia sedikitnya 80 surat suara dari TPS keliling yang berasal dari TPS penengahan.
Laila menyatakan, Komnas HAM menyayangkan tidak ada perbaikan sistem yang menjamin kelompok retan di rumah sakit yang tidak bisa memilih, dari KPU. (lp/ant)